Total Pageviews

musim liburan hampir tiba....siap lebih awal

Saturday, June 13, 2009

taman sari jogjakarta


Taman Sari Taman Sari Yogyakarta or Yogyakarta Palace is a site of the former park or garden palace (royal garden) Yogyakarta Palace. This can be compared with the Bogor Botanical Gardens Bogor Palace gardens. This garden was built in the days of the sultna hamengku buwono I (HB I) in the years 1758-1765/9. 

Originally, the garden that gets the title of "The Fragrant Garden" has a total area of more than 10 hectares, with about 57 buildings such as buildings, swimming baths, a suspension bridge, canal water, and artificial lakes and artificial islands and an underwater tunnel. Garden used effectively between 1765-1812 was originally stretched from southwest to southeast Kedhaton complex Magangan complex. But today, the remnants of the Taman Sari, which can be viewed only in a complex southwest Kedhaton only


That said, Taman Sari was built in the former palace of old, Pesanggrahan Garjitawati, which was founded by His Majesty Pakubowono II as a resting place that will train a horse go to Imogiri. As a leadership development projects instituted Tumenggung Mangundipuro Taman Sari. The entire development cost borne by the Regents of Madiun, Tumenggung Prawirosentiko, along with all people. Therefore exempt from Madiun district tax levies.

In the midst of the leadership development project was taken over by Prince Notokusumo, after Mangundipuro resign. Although officially a royal garden, but the existing building and keeping indicates Taman Sari serves as the last bastion if the palace was attacked by the enemy. It is said that one of the architects of this garden was a Portuguese royal better known as the Demat Tegis.

Taman Sari least complex can be divided into four sections. The first part is an artificial lake which lies to the west. The next section is a building located in the south of the artificial lake, among others Baths Umbul Binangun. The third section is Pasarean Ledok Sari and Swimming Garjitawati located in the southern part of the second. The last section is the section east of the first and second section and extends eastward to southeastern Magangan complex.














Thursday, June 11, 2009

earthguake

Great earthquake that flattened the city of Bantul and surrounding areas in 2005 has damaged thousands of homes and many public infrastructure.

after the great earthquake lye, then get help housing and infrastructure reconstruction, community celebrated the completion of Bantul housing and infrastructure, they lit the kerosene lamps along the road of their village.


Saturday, June 6, 2009

kotagede jogjakarta . sejarah panjang kota kuno









Di Nusantara banyak kerajaan yang pernah berjaya dan mempunyai kekuasaan yang cukup besar. Sriwijaya, Pajajaran, Majapahit dan Mataram adalah sebagian dari kerajaan yang cukup disegani pada zaman dahulu. Sayangnya kita tak lagi bisa melihat situs-situs kerajaan itu hingga sekarang ini. Apalagi melihat bentuk kota dan bangunan-bangunan tua peninggalan zaman itu.

Kotagede, sebagai pusat kerajaan Mataram, bisa jadi merupakan satu daerah yang masih bisa mempertahankan itu. Meski bangunan Kratonnya yang masih bisa dilihat tak banyak lagi, hanya Tembok Cepuri yang mengelilingi Kraton Mataram yang masih terlihat jelas, tapi masih banyak pusaka lain yang bisa dilihat di tempat ini. Rumah Kalang, Pendopo, Rumah Joglo dan lorong-lorong kecil antar rumah, merupakan pusaka-pusaka yang masih dipertahankan di tempat ini.
Sebelum menjadi kota kuno semacam ini, Kotagede memiliki sejarah yang panjang. Tahun 1549, Ki Gede Pamanahan membangun daerah ini dengan membabat Hutan Mentaok. Kala itu daerah ini masih bagian dari Kasultanan Pajang. Setelah pisah dengan Pajang tahun 1587, Sutawijaya, putra Ki Gede Pamanahan menjadi Raja Pertama Mataram. Di sinilah mulainya Kejayaan Kerajaan Mataram dan masa keemasannya terjadi saat Sultan Agung Hanyokrokusumo memimpin (1613 - 1645).
Setelah itu, kekuasaan Mataram berangsur-angsur surut. Perjanjian Gianti yang ditandatangani pada 1755, memecah Mataram menjadi dua bagian, masing-masing Kasusanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Uniknya, Kotagede tetap dihormati oleh kedua kerajaan ini. Ini dilakukan hingga saat ini, abdi dalem yang berasal dari Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, masih terus bekerjasama menjaga Makam Kotagede. 

Kini kota tua itu, benar-benar dalam bahaya. Gempa tahun lalu, membuat para penduduk berada pada persimpangan jalan. Apakah akan mempertahakan bangunan kuno miliknya yang sudah hancur, atau segera merubahnya dengan bangunan baru. Jika pilihan terakhir yang diambil, maka kita akan melihat Kotagede yang modern yang tak ada bedanya dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. [SR]


Dam bili-bili





 
 
  



Blog Archives

kolom komentar

Dapatkan comment widget ini di sini
Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More